Jalan Sunyi Menuju Firdaus: Gacoan Utsman, Bilal, dan Abu Dzar

Oleh: Inayatullah A. Hasyim
Admin Channel WA Tausiyah Harian.

Setiap jiwa yang merindukan surga memiliki jalannya sendiri, bagai sungai yang mengalir menuju lautan dengan lekuk dan riam yang berbeda. Dalam sejarah keemasan Islam, para sahabat Nabi menunjukkan bahwa gacoan -- jurus andalan -- menuju firdaus itu beraneka rupa. Tiga nama besar, Utsman bin Affan, Bilal bin Rabah, dan Abu Dzar Al-Ghifari, adalah teladan abadi tentang bagaimana amal yang ikhlas, sekalipun berbeda bentuk, dapat mengantarkan pada tujuan yang sama: ridha Ilahi.

Utsman bin Affan, sang dzunnurain (pemilik dua cahaya), menjadikan kedermawanan sebagai gacoannya. Ia adalah saudagar kaya yang menjadikan hartanya sebagai jembatan menuju akhirat. Ketika Pasukan Tabuk bersiap berperang dalam keadaan yang amat sulit, Utsman datang dengan membawa harta yang begitu besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda tentangnya,

مَا ضَرَّ عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ

"Tidak akan membahayakan Utsman apa yang ia perbuat setelah hari ini.” (HR. At-Tirmidzi, hasan).

Ucapan Nabi ini adalah jaminan surga bagi seorang yang infaknya tak terhitung. Ia membeli sumur Raumah dan mewakafkannya untuk kaum muslimin, membiayai sepertiga pasukan Tabuk, namun tak secuil pun rasa ‘ujub menghinggapi hatinya. Gacoannya adalah memberi tanpa perlu dikenal, berbagi tanpa meninggalkan bekas di hati selain rasa syukur.

Lalu ada Bilal bin Rabah, sang muadzin. Gacoannya adalah keteguhan iman yang tak tergoyahkan. Di atas gurun pasir yang membakar, dengan batu besar menghimpit dadanya, ia hanya mengulang satu kata: “Ahad, Ahad…”. Ia adalah simbol kekuatan tauhid yang mengalahkan segala siksaan. Suaranya yang merdu dalam mengumandangkan azan adalah nyanyian kemenangan atas kegelapan jahiliyah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memberinya kabar gembira,

سَمِعْتُ دُفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ

“Aku mendengar suara kedua sandalmu di depanku di surga.” (HR. Al-Bukhari).

Janji ini bukan untuk seorang pembesar atau pemilik harta, tetapi untuk seorang budak yang telah menjadikan ketabahan sebagai senjata andalannya. Gacoan Bilal adalah konsistensi dalam keimanan, ketulusan dalam pengabdian.

Adapun Abu Dzar Al-Ghifari, gacoannya adalah zuhud dan keberanian menyuarakan kebenaran. Ia memilih hidup sederhana di tengah gemerlap dunia, bukan karena miskin harta, tetapi karena kaya jiwa. Ia adalah suara yang lantang mengingatkan penguasa akan tanggung jawab mereka, meski harus berujung pada pengasingan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah menggambarkannya,

وَإِنَّ أَبَا ذَرٍّ يَمْشِي وَحْدَهُ وَيَمُوتُ وَحْدَهُ وَيُبْعَثُ وَحْدَهُ

“Dan sesungguhnya Abu Dzar berjalan sendirian, mati sendirian, dan dibangkitkan sendirian.” (HR. Al-Hakim).

Ini adalah gambaran tentang pribadi yang tidak takut pada kesepian dalam kebenaran. Gacoannya adalah keberanian untuk berbeda demi mempertahankan prinsip, keyakinan bahwa ridha Allah lebih berharga daripada penerimaan manusia.

Melihat keteladanan ini, Dr. Yusuf Al-Qardhawi pernah mengingatkan dalam kitabnya Min Ajli Shahwah Rushdah,

فَلَيْسَ المَقصُودُ كَثرَةَ العَمَلِ، وَإِنَّمَا المَقصُودُ صِحَّةُ العَمَلِ وَقَبولُهُ. وَصِحَّةُ العَمَلِ لا تَكُونُ إِلَّا بِمُوافَقَةِ الشَّرِيعَةِ، وَقَبولُهُ لا يَكُونُ إِلَّا بِالإِخلاصِ.

"Maka yang dituju bukanlah banyaknya amal, melainkan benarnya amal dan diterimanya amal tersebut. Benarnya amal tidak akan terwujud kecuali dengan sesuai syariat, dan diterimanya amal tidak akan terjadi kecuali dengan keikhlasan." Inilah hakikat gacoan yang sesungguhnya. Bukan sekadar banyaknya amal, tetapi kedalaman makna di baliknya.

Utsman dengan kedermawanannya, Bilal dengan keteguhannya, Abu Dzar dengan kezuhudannya -- semua adalah jalan yang sah menuju surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

أَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلَاثَةٌ: ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ، وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ، وَعَفِيفٌ مُتَعَفِّفٌ ذُو عِيَالٍ

"Penghuni surga ada tiga: Penguasa yang adil, yang suka bersedekah dan diberi taufik; seseorang yang penyayang dan lembut hatinya terhadap setiap kerabat dan muslim; dan seseorang yang ‘afif (menjaga diri), yang menahan diri (dari meminta-minta) dan memiliki keluarga.” (HR. Muslim).

Mereka mengajarkan bahwa surga memiliki banyak pintu, dan setiap kita dapat memilih pintu yang paling dekat dengan jalan hidup kita. Yang terpenting adalah keikhlasan dan istiqamah dalam menapaki jalan tersebut. Bukan mengejar kuantitas, tetapi merawat kualitas amal dengan penuh kesadaran.

Dalam diamnya seorang dermawan, dalam teguhnya seorang muadzin, dalam sederhananya seorang pertapa -- ada cahaya surga yang berkilau. Itulah gacoan yang sesungguhnya: amal yang lahir dari hati yang jernih, ditujukan hanya untuk Sang Maha Pemilik Surga. Lalu, apa amalan gacoan kamu? Ya kamu. 😊

Wallahu a’lam bish-shawab.

Posted at: 2025-09-08 08:51:53